DATA ADALAH KITA
Jousairi Hasbullah
(Sambutan pada pelatihan Instruktur Susenas 2017)
Jousairi Hasbullah
(Sambutan pada pelatihan Instruktur Susenas 2017)
1.
Human
differs fundamentally from animals. We as human desires the desires of man, of
human. Human being wants to be recognized. He want to be recognized as human
being, that is, as a being with certain worth and dignity (William Frederich Hegel
Died: 1831)
2. Salah satu akar dan induk filsafat
tentang manusia dan eksistensinya adalah
karya Plato (380 BC) dalam “Republic”: Dalam jiwa manusia ada tiga bagian yang
mengubah kehidupan dunia ini. There were
3 parts of the soul: a desiring part, a reasoning part and thymos.
3. Desire itu yang telah membawa manusia
untuk bergerak/bertindak baik dari sisi yang negative maupun yang positif. “Desire induce men to seek things outside
themselves”. Sementara Reasoning part memberikan kesempatan bagi manusia
untuk menemukan strategi mencapai desire
itu. “while reason show them the best way
to get them”. Thymos: (spiritedness: the part of the soul that demand
recognition). Thymos ini yang senantiasa mendorong manusia untuk mendapatkan pengakuan, harga diri dan kehormatannya.
4. When people fail to live up their own sense of worth, they feel
discourage, negative affect, anger, shame, etc. Hegel said: to be recognized as
a human being with dignity drove men in the early history to the bloody battle.
The outcome was that the devision of human society: class of master and class
of slaves.
5. Semua perubahan besar di dunia ini
karena keseimbangan bekerjanya kombinasi ketiga dimensi jiwa tersebut. Revolusi
Industri (1760-1850), perang dunia, dan lain lain tidak lepas dari the desire
for recognition yang difasilitasi oleh reasoning part. Salah satu implikasi
penting dari revolusi Industri adalah terjadinya transisi demografi yang luar
biasa. Dari fertilitas dan mortalitas
tinggi ke fertilitas dan mortalitas
rendah dengan replacemnent level
TFR 2.1 yang kita kenal sebagai the
First Demographic transition. Second transition: ageing, usia kawin
meningkat, more individual. Third: the acceleration of population mobility with
its complexity. Transformation of ethnic composition.
6.
Kalau
kita di ruangan ini, yang cerdas-cerdas sama-sama berikhtiar untuk lebih
tangguh, maka kombinasi antara desire,
reasoning dan thymos itu perlu
terus dipupuk dan diperjuangkan untuk terus tumbuh secara seiumbang dalam jiwa
kita.
7.
The
desire for recognition perlu ditopang oleh bangunan kuat dari reasoning part
kita. Hidupkan reasoning part itu.
Dengan apa? Tidak lagi dengan perang. Tidak dengan membangun musuh musuh di
luar diri kita, tetapi membangunkan diri kita sendiri . Membangun kekuatan kita
sendiri dari diri dan “rumah” kita sendiri.
8.
Rumah
kita adalah BPS. Rumah kita adalah Data. Titik tolak reasoning part kita adalah data. Bangun kekuatan itu dari datamu. Bangunkan thymosmu dengan datamu. Lalu bawa datamu
ke masyarakat untuk memenuhi the desire
of recognition kita. Bangun freedom
of conscience (kebebasan nurani) kita dari data. Dari Susenas dengan laut
datanya yang luar biasa.
9.
Susenas.
Kita perlu pahami dari filosofi terdalamnya.
Apa? Yaitu datanya, yang akan menjadi
pijakan untuk terbangunnya kesejahteraan rakyat negeri ini: kemaslahatan
manusia. Nihil spectre homini
admirabilius (tidak ada yang lebih bermakna dari hidup ini kecuali
menghormati dan menciptakan kemaslahatan bagi manusia). Salus populi suprema lex (hukum tertinggi itu adalah
kesejahteraan).
10. Data harus menjadi pijakan berpikir
dan bertindak kita sebagai pengawal evidence
based culture negeri ini. Berpikir, berkarya itu lah eksistensi kita. Jepense done jesuis (filosuf: ernest
renant: Karena berpikir, berkarya maka aku ada). The desire of recognition itu akan terealisasi dalam wujud yang sublime apabila manusia itu berkarya dan
berpikir. Tanpa kekuatan karya, prestasi, pencapaian/achievement maka manusia dalam merealisasikan dorongan recognitionnya hanya akan saling bunuh,
saling menjatuhkan, saling jegal: Lupus
est homo homini (manusia yang satu menjadi srigala bagi yang lain).
11. Sekali lagi dan diulang-ulang, saya
ingin mengatakan: Data adalah kita. Data adalah diri kita. Data adalah reasoning part kita. Data adalah recognition kita. Karena itu data bukan
sekadar dikenal sebagai alat (syariat) atau sekadar dipahami dan dijiwai
(tarekat) tetapi data harus kita angkat ke level yang lebih tinggi yaitu
menyatu dalam satu kesatuan di diri kita dengan kecintaan yang sublime (ma’rifat). Recognition dan
kenikmatan akan kita capai dan rasakan.
12. Kalau begitu, maka langkah awal
sederhana yang saat ini kita perlu bangun bersama adalah mengawal data itu.
Mengawal dengan kemampuan intelektual tinggi berupa pemahaman akan filosofi dan
aspek teknis-operasional yaitu konsep/definisi, metode dan langkah operasi
lapangan yang efektif untuk menghadirkan kualitas terbaik dari data itu. Terima
kasih atas peningkatan mutu data Susenas 2017 yang luar biasa.
13. Sebagai seorang instruktur, saya
katakan dalam pembukaan pelatihan Susenas gelombang 1 minggu lalu, kita
hendaknya tidak bermain dalam skala “recehan” yaitu sekadar memenuhi kewajiban
mengajar. Itu bukan kelas mu, bukan levelmu. Levelmu harus lebih berkualitas
yaitu bagian yang tak terpisahkan dari upaya mengamankan kualitas data untuk
kelak kita penuhi thymos kita, reasoning part kita dan desire kita dengan data
itu. Itulah para para pejuang BPS dan para master data yang sesungguhnya dan
bermartabat.
14. Terima kasih kepada para master
intama, para intama, dan para calon Innas semua. Terimakasih pula kepada semua
panitia yang telah bekerja keras sehingga terselenggaranya pelatihan ini secara
produktif dan luar biasa.
15. Saya akhiri sambutan terakhir saya
dalam kapasitas sebagai Deputi Statistik Sosial BPS. Inilah pelatihan Susenas
terakhir sebelum saya memasuki purna bakti di Juni 2018. Mohon maaf lahir dan
batin. Dengan mengucap alhamdulillahirobbil alamin. Dengan ini Pelatihan Inas
Susenas Gelombang II saya nyatakan ditutup.
M.Sairi Hasbullah
Deputi Kepala BPS RI Bidang Statistik
Sosial
No comments:
Post a Comment